Minggu, 03 April 2016

Rahasia Dibalik Lafal ''BISMILLAHIRROHMANIRROHIM''





     


      Begitulah syair lagu yang berjudul ‘BISMILLAH', begitu merdu dan indah dilantunkan oleh penyanyi religi “Raihan” dan begitu tenang diperdengarkan oleh para penikmat lagu setia termasuk saya. Sepenggal ayat al-Qur’an yang sangat akrab kita lantunkan ketika mengawali membaca al-Qur’an ini, begitu memiliki makna yang luar biasa dan begitu dahsyat menggetarkan setiap hati yang mampu menyelami makna didalamnya. Bahkan, tidak hanya diperuntukkan ketika membaca al-Qur’an saja, namun sangat baik dan mulia dilantunkan ketika kita akan mengawali suatu tindakan atau pekerjaan.
     Lafal itu adalah “Bismillah ar-Rahman ar-Rahim” yang diterjemahkan ‘Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’. Sedikit kita telisik mengapa ayat tersebut menggunakan kata sandingan dari sifat “ar-Rahman ar-Rahim”, padahal sebagaimana yang kita tahu bahwa nama-nama dan sifat-sifat Allah tidaklah hanya “ar-Rahman ar-Rahim”. Kita mengenal 99 nama Allah yang dikenal dengan ‘Asmaul Husna’, namun hanya dua sifat itu yang Allah pilih untuk menjadi bekal manusia dalam setiap tindakan dan pekerjaannya. Eiitzzz, bukan berarti nama-nama Allah selain ‘ar-Rahman ar-Rahim’ tidak berarti dan bermakna lo ya:). Dalam kesempatan ini, saya mengajak teman-teman untuk lebih menyelami makna dahsyat dari lafal “Bismillahirrahmanirrahim” yang jika kita terapkan rahasia makna di dalamnya akan memancarkan tindakan yang sangat mulia dalam diri kita.

      Perlulah kita ketahui bahwa tuntunan melafalkan “Bismillahirrahmanirrahim” tidaklah hanya sekedar melafalkan, tetapi bagaimana kita dapat menanamkan sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu kedalam hati kita yang kemudian akan mempengaruhi setiap tindakan kita. Lalu bagaimana cara menanamkan ayat dalam diri kita? Tentu kita harus pahami maknanya terlebih dahulu dan kali ini kita akan coba membongkar satu persatu setiap kata dan huruf dari lafal “Bismillahirrahmanirrahim” tersebut. Yukkk … kita kaji tafsiran ayatnya terlebih dulu dengan suguhan kitab “al-Kasyf” karya ‘Zamakhsyari’ yang saya coba terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia serta tambahan dari hasil diskusi dengan beberapa teman-teman saya semester lalu di kelas mata kuliah Studi Naskah Tafsir 1 bersama Dosen Husain al-Kaff.

     Mengenai penurunan ayat “Bismillahirrahmanirrahim”, ternyata terdapat pandangan yang berbeda tentang hal ini. Ada yang mengatakan bahwa ayat ini turun di Madinah-Bashrah-Syam karena ayat tersebut bukanlah ayat dari surah al-Fatihah. Dalam Madzhab Abu Hanifah, lafal “Bismillahirrahmanirrahim” ini tidak boleh dibaca keras ketika shalat. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa ayat “Bismillahirrahmanirrahim” ini turun di Mekah-Kuffah karena ayat ini termasuk ke dalam surah al-Fatihah dan ada pada setiap surah. Dalam madzhab Syafi’i, lafal “Bismillahirrahmanirrahim” dapat dikeraskan dalam shalat.

     Lalu apakah tujuan khusus dari diawalinya lafal “Bismillah” yang tentu berbeda dengan surah al-alaq ayat 1, “Iqra’ bismi robbika” yang tidak diawali dengan lafal “Bismillah”, namun mendahulukan fi’il (kata perbuatan) yakni kata “Iqra”. Mengapa? Karena pada surah al-Alaq memang lebih menekankan kata Iqra’ yakni perintah membaca. Sedangkan untuk lafal “Bismillahirrahmanirrahim” lebih menekankan untuk lebih menyeru dan menyebut nama Allah disetiap tindakan yang kita lakukan sebagaimana tuntunan ajaran Islam. Kemudian kata “Allah”, kata “Allah” diambil dari kata “illah” yang artinya ‘yang disembah’. ‘Allah’ termasuk Ism (kata benda) karena hanya kata benda yang dapat disifati, sehingga kata “Allah” tidak bisa menjadi sifat, namun Ia adalah kata yang dapat disifati dengan “ar-Rahman ar-Rahim” sebagaimana lafal “Bismillahirrahmanirrahim”. Kemudian kata “ar-Rahman”, “ar-Rahman” mengikuti wazan “fa’lan” sebagaimana kata “ghodhban” dan “Sukran” sedangkan kata “ar-Rahim” mengikuti wazan “Fa’il” sebagaimana kata “maridh” dan “saqim”. Menurut Zamakhsyari, kata ar-Rahman lebih luas cakupannya dibanding “ar-Rahim”. “Ar-Rahman” merupakan sifat Allah yang mencakup baik untuk di dunia maupun di akhirat sedangkan “ar-Rahim” merupakan sifat Allah yang hanya mencakup untuk di dunia saja. Artinya, sifat ar-Rahman memiliki makna kasih sayang yang begitu melimpah, paling agung, tak terbatas, dan melimpahi semua tanpa kecuali.

     Itulah tafsiran ayat “Bismillahirrahmanirrahim” yang sedikit saya kutip dari kitab “al-Kasyf”. Namun, yang lebih terpenting setelah kita mengetahui tafsir ayatnya adalah bagaimana kita mampu menghidupkan ayat tersebut kedalam hati dan jiwa kita, dan melalui tafsir inilah sebagai perantaranya. Jika kita cermati dari tafsiran lafal “Bismillah” sebagaimana yang telah disinggung di muka bahwa kita diperuntukkan untuk selalu menyeru dan menyebut nama Allah dalam setiap langkah hidup kita. Jika sedetik kita lalai, lalu apa jadinya jika Allah pun melalaikan kita? Inilah yang harus tercerap dalam benak diri kita bahwa Rahman dan Rahim Allah SWT selalu meliputi kehidupan kita dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun kita, sehingga telah menjadi tugas kita sebagai hamba-Nya untuk selalu mengingat, menyeru, dan menyebut-Nya disetiap saat dalam hidup kita.

     Namun, apa pengaruh atau implikasinya bagi pribadi kita jika kita telah mengingat atau menyeru Allah? Apakah hanya sekedar berdzikir 100 kali tanpa ada pengimplementasian ke dalam realitas akan berpengaruh dalam kehidupan kita? Lalu bagaimana mengimplikasikan ayat “Bismillahirrahmanirrahim” tersebut? Seperti yang telah disinggung pula sebelumnya bahwa lafal “Bismillahirrahmanirrahim” tidaklah hanya sekedar melafalkan namun kita diperuntukkan untuk menanamkan sifat Allah. Inilah mengapa kata “Bismillah” disandingkan dengan “ar-Rahman ar-Rahim” yang tidak lain yakni kita harus menanamkan dan menerapkan sifat ar-Rahman (pengasih) dan ar-Rahim (penyayang) dalam diri kita disetiap kita memulai sebuah tindakan dan pekerjaan. Sifat ar-Rahman dan ar-Rahim menjadi sifat yang paling indah, mulia, dan agung diantara segala sifat karena pada dasarnya segala sifat-sifat Allah seluruhnya tercakup pada sifat ar-Rahman dan ar-Rahim. Karena itu, manusia yang mampu menanamkan jiwanya dengan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim, ia akan menjadi manusia yang mulia dalam hidupnya karena segala hidup yang ia kerjakan selalu diliputi dengan landasan “kasih dan sayang”. Inilah mengapa manusia diperuntukkan untuk selalu menyebut lafal “Bismillahirrahmanirrahim” yang tak lain agar manusia mampu menerapkan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim sebagaimana sifat Allah.

     Lalu bagaimana rahasia dibalik sifat ar-Rahman dan ar-Rahim itu? Bagaimana bisa kedua sifat itu menjadi sifat yang paling mulia? Kita dapat cermati apa yang terjadi pada diri manusia jika segala tindakan dan perbuatan yang dilakukannya tidak dilandasi dengan kasih dan sayang. Jika seseorang memiliki sikap keras dan kuasa jika tidak dilandasi dengan kasih dan sayang, maka akan mengakibatkan kesombongan dan kesewenang-wenangan yang menindas, betul? Dengan demikian, jika sifat kasih dan sayang telah tercerap dalam diri manusia, tentu orang pintar tidak akan sombong, orang bodoh tidak akan malas, orang kaya tidak akan kikir, orang miskin tidak akan malas, orang yang bahagia tidak akan terlena, dan orang yang tengah diuji tidak akan pernah putus asa. Pribadi yang indah bukan? Memang, akan begitu indah hidup kita jika kita mampu menyertai segala tindakan dan pekerjaan kita dengan sifat kasih (ar-rahman) dan sayang (ar-rahim) sebagaimana keindahan dan keagungan sifat Allah SWT. Inilah makna dari ayat penghidup jiwa yang begitu indah dari lafal “Bismillahirrahmanirrahim”. Semoga Bermanfaat!:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar